Rabu, 14 Agustus 2013

Indonesia Kita




Ditulis Oleh Rizal Sinurat
Wakil Sekretaris Jenderal PMKRI
Cab.B.Lampung Periode 2012/2013

Indonesia-ku, Indonesia Kita Bersama
( Refleksi HUT kemerdekaan Indonesia Ke-68 )
“ Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.Beigitulah kira-kira bunyi pesan yang disampaikan dalam pembukaan UUD 1945.Kembali melihat ke belakang begitu banyak darah dan nyawa yang ditumpahkan para pejuang dengan hanya bermodalkan bambu runcing.Menjadi pertanyaan bagi kita apa yang bisa kita perbuat untuk mengisi kemerdekaan tersebut.Hanya dengan mengenang jasa pahlawan tersebut dengan ikut upacara 17 – an toh ?? Tentu banyak cara yang lebih untuk mengisi kemerdekaan tersebut.Maka hal inilah yang menjadi tugas kita bersama untuk mencari bentuk apa yang paling efektif untuk mengembangkan Indonesia sesuai dengan cita-cita Founding Fathers “ Berdaulat di bidang Politik, Mandiri dalam perekonomian, dan  berkepribadian dalam budaya “.
Menjadi miris ketika kita melihat kondisi bangsa kekinian, pun telah merdeka tapi masih banyak permasalahan yang menghantam bumi pertiwi  dan kalo boleh dikatakan Indonesia belum merdeka secara nyata.Bukan tanpa alasan ketika kata-kata ini muncul ke permukaan, karna dalam praktik bernegara pun indonesia jauh dari kemandirian.Alasan tersebut antara lain :
Bidang Ekonomi
Begitu banyak SDA bangsa Indonesia ini yang ditawarkan kepada asing.  Contoh kecil Penguasaan Minyak Bumi , data Kementerian ESDM tahun 2009 menyebutkan, pertamina hanya hanya memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai oleh swasta asing seperti Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%), Chonoco-Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Data ini tidak berbeda jauh dengan temuan Indonesian Re­sour­ce Studies (IRESS), bahwa Pertamina memproduksi hanya 15 persen dan 85 persen diproduksi oleh asing ( berdikarionline.com ).Sungguh miris  keadaan Negeri ini yang kata orang kaya akan SDA namun masih banyak penduduk di luar sana yang untuk makan saja mereka tidak mampu untuk memenuhi.
Bidang Hukum
Buruknya budaya hukum yang ditampilkan oleh institusi peradilan semakin menjerumuskan keadilan ke langit sehingga tidak dapat digapai.Keadilan hanya angan-angan yang sampai kapanpun tak akan dirasakan oleh rakyat indonesia.Praktik jual beli pasal dalam penanganan kasus-kasus besar membuat kepercayaan masyarakat semakin menurun.Masalah korupsi yang terjadi di tataran elite pemerintahan menambah deretan panajang cerita keadilan yang melukai hati masyarakat indonesia.Moral dan etika pribadi-pribadi tersebut telah goyah dengan materi yang ditawarkan oleh duniawi.Tidak kah mereka punya setitik rasa kepedulian terhadap mereka yang tertindas ?? menjadi pertanyaan bagi kita bersama.
Bidang Politik
Percaturan dunia politik di Indonesia hanya dimainkan oleh kekuatan uang.Bukan lagi bicara tentang kredibilitas dan kapabilitas pemimpin politik yang akan memimpin. Maraknya kader partai yang melakukan korupsi merupakan gambaran kecil politik perhari ini.Dengan modal kampanye yang besar otomatis mereka menginginkan pengembalian modal yang pasti lebih besar.Saling menjatuhkan dalam dunia politik sudah biasa dengan berbagai cara yang paling jahat sekalipun akan digunakan.Pendidikan politik merupakan hal mendesak untuk dilalukan.Kalau tidak praktek pembodohan masyarakat dengan janji-janji dan politik transaksional akan semakin melaju kencang dan  mungkin akan menimbulkan keapatisan dalam menentukan arah dan tujuan bangsa ini oleh masyarakat.
Bidang Kebudayaan
Arus globalisasi tidak dapat dipungkiri merusak kebudayaan yang timbul senada dengan lingkungan di indonesia.Lunturnya budaya gotong-royong dalam setiap diri masyarakat menghasilkan sikap individualistis.Sehingga terjadi ketidapedulian akan sesama.Menghargai budaya lain lebih berharga daripada menghargai budaya sendiri.mungkin kalimat itu yang menggambarkan bobroknya kebudayaan yang ditampilkan per hari ini.Kita marah hanya ketika budaya kita diambil orang, namun ketika budaya itu tidak di ambil orang maka kita hanya diam tanpa melestarikan.
Berbagai permasalah diatas masih menjadi gambaran kehidupan yang terjadi di indonesia yang notabene sudah merdeka, katanya ...., masih banyak permasalahan di negeri ini , kemiskinan, penggusuran, kebebasan berekspresi dan berkumpul dll.Apa ini yang menjadi dasar Indonesia dikatakan Merdeka ?? Tentu tidak kan.Ketika kita mengaku bagian dari negara ini maka kita tidak akan diam dengan kondisi ini.Mungkin salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan kembali membangkitkan  Jiwa Nasionalisme dan menjiwai butir-butir Pancasila yang menjadi falsafah hidup kita.Harapan untuk Merdeka seutuhnya bukanlah khayalan semata.Harapan tersebut terletak di pundak para pemuda penerus generasi selanjutnya dengan catatan tidak mau di “ nina bobo kan”  dengan keadaan yang ada.Berbuat hal kecil yang bermamfaat dan sesuai dengan ide dan nilai-nilai luhur ke-bhinekaan merupakan hal besar dalam menghantam problema di negeri ini.Penghidupan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan sehari-hari menjadi harga mati untuk memperbaiki indonesia seutuhnya di Bulan Kemerdekaan ini.

“ Terpuruknya Bangsa ini bukan karna orang lain, tapi Kita yang mengaku bangsa Indonesia, Berbenah dengan diri sendiri dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila merupakan harga mati untuk Kita “

Merdekaaaa ......!!!
Ayo bangkit Indonesia- ku !!!
Pro Ecclesia et Patria !!!



Spiritualitas Iqnatian

Seperti halnya spiritualitas kristianitas pada umumnya, spiritualitas Iqnatius dari Santo Iqnatius Loyola memberikan kepada kita berbagi metode yang bertujuan untuk membangun hidup rohani dan mengintegrasikan relasi dengan Tuhan dan kehidupan nyataa di dalam dunia.

Dasar dari spiritualitas Iqnatian ini secara khusus berpijak pada sosok, pribadi dan hidup Yesus sendiri serta relasiNya dengan dunia. Singkatnya, bagimana Yesus yang kita kenal dalam hidup kita. Kepekan atas kehadirn Yesus dalam hidup kita ini tentunya diltih dari kebiasaan kita berdoa, dan memandang hidup kit dari kacamata iman, atau dalam kesdaran bahwa Tuhn selalu menyertai, dan kita diajak untuk senantias mencari kehendakNya. Pola hidup rohani yang demikian inilah yang membuat Santo Iqnatiaus Loyola akhirnya sungguh merasa dekat dan sungguh menjadi sahabat Yesus sendiri. Persahabatan dengan Yesus inilah yang memberikan makna dan Tujuan dalam Hidupnya. Dalam spiritualitas Iqnatian persahabatan dengan Yesus yang demikian ini merupakan hal yang fundamental.

Karakteristik dari spiritualitas Iqnatian adalah karakteristik dari hidup Rohani Santo Iqnatius sendiri. Karakteristi-karakteristik ini adalah sebagai berikut :
  •  Kesadaran sebagai ciptaan Tuhan dan ditebus olehNya lewat misteri Salb dan kebangkitannya.
  • Kesadaran bahwa Yesus memulai penebusan lewat hal-hal yang sederhana dan juga lewat realitas hidupNya, menunjukkan bahwa dunia ini adalah tempat yang baik untuk hidup dan berkarya.
  • Keinginan untuk menjadi sahabat Yesus sendiri yang melanjutkan misiNya di dunia.
  • Kebiasaan hidup doa yang berkelanjutan dan juga kepekaan terhadap roh dan kesungguhn untuk mencari kehendak Tuhan dalam hidup.
  • Selalu mencoba mencari gerak dan kehadiran Roh kudus dalam hidup bersama.
Tuhan menciptakan manusia dan terus hadir dalam diri kita dengan penuh cinta. Oleh sebab itu tidak ada jawaban dan respon yang lebih mulia atas kasih Tuhan itu selain memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan sendiri. Segala sesuatu yang juga ciptaan Tuhan karena cintaNya, dengan demikian harus digunakan dan dipersembahkan kepadaNya dengan penuh hormat dan cinta, untuk memuliakan Tuhan dan mencintai sesama, dengan bertanggungjawab dan tidak lekat pada ambisi pribadi.

Berjuang Untuk Perubahan

Oleh :  Barli Yanto
Biro Pengembangan Organisasi PMKRI
Cab.Bandar Lampung periode 2012/2013


Berjuang adalah salah satu sikap dimana ada kesadaran untuk memperjuangkan visi dan misi yang telah kita tentukan.Dengan Landasan visi misi yang telah dimiliki,kita mencoba untuk komitmen dalam menjalankannya.Hal tersebut yang menjadi sebuah tolak ukur bagi kita untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan dari kinerja yang telah kita lakukan untuk mewujudkannya.

Berjuang bukan berarti harus menyatakan diri kepada khalayak ramai bahwa kita adalah pejuang.Berjuang tidak harus mengatakan hal ekstrem seperti masa lampau “merdeka atau mati”.Biarkan khalayak yang menilai apa saja yang telah kita lakukan dan fakta nyata yang telah kita berikan demi bangsa dan negara.
Berjuang bukan berarti harus bertumpah darah seperti di medan peperangan.Namun berjuang memiliki cakupan-cakupan yang harus kita persempit maknanya.Analisis sosial, berfikir rasional sistematis,strategic plan,human relation skill,management konflik,dan advokasi harus kita perhatikan.Apa yang harus kita perjuangkan juga harus jelas dan memang dibutuhkan.

Apabila kita melihat dunia saat ini,tingkat kesadaran personal akan kondisi sosial yang ada di masyarakat begitu rendah.Masih banyak yang terbuai oleh janji-janji manis para pemimpin pemerintahan,hadiah-hadiah yang diberikan secara Cuma-Cuma sebagai sarana mendapatkan dukungan suara dalam pesta demokrasi.kebijakan-kebijakan instant pemerintah yang merupakan kebohongan publik yang dibuat sebagai sarana politisasi dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan.

Tingkat pendidikan yang rendah dan pola pikir yang masih lemah menjadi sebuah permasalahan yang mendasar dari negara ini.Masyarakat dengan mudahnya dibodohi oleh manusia-manusia yang lapar akan kekuasaan dan kekayaan.Hingga detik ini,sistem pendidikan di negeri ini hanya mengagung-agungkan lembaran-lembaran kertas yang dikatakan sebagai tolak ukur intelektualitas seseorang.Hal tesebut sama sekali tidak mencerdaskan anak bangsa,namun sebaliknya yaitu dibodohi oleh sistem.Pendidikan seharusnya dapat mencerdaskan,membuat pola pikir anak bangsa lebih peka dan memberikan kesempatan semua warga negaranya untuk berkembang  ,bukan hanya untuk si kaya saja. Ilustrasi yang dapat saya kemukakan untuk memperjelas seperti ini, “ Rata-rata seseorang diterima bekerja bukan karena dia memilki keterampilan dan keahlian di bidangnya,tapi karena dia memilki strata sosial yang tinggi dan berpendidikan tinggi.

Perubahan merupakan suatu hal yang harus dilakukan,melihat bahwa saat ini tatanan masyarakat yang carut marut dengan sistem penyelenggaraan negara yang kotor merebak dimana-mana.Penderitaan masyarakat yang terpinggirkan sebagai kaum marginal menjadi produk dari kemunafikan penyelanggaraan pemerintahan yang keji.Si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin itu lah potret kekinian yang terjadi di Indonesia ini.Kapitalisasi ,eksploitasi dan memupuk kekayaan menjadi suatu budaya yang kian lama kian populer.

Apabila Pancasila adalah pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara,bagaimana bisa hal tersebut dibiarkan saja terjadi.Di mana keadilan sosial yang ditinggikan ketika salah dibilang benar,di mana rasa kemanusian ketika banyak masyarakat dibuat menderita.Di mana Demokrasi yang luberjurdil  ketika banyak manipulasi yang terjadi di dalamnya.Akan di kemanakankah dasar negara yang dibuat dengan penuh peluh darah dari para pejuang kita.Untuk apa Indonesia masih menyebut-nyebut memiliki dasar negara bila semua itu dilanggar,tidak dihayati dan tidak dilakukan?

Berubah itu tidak semudah membalikan telapak tangan dan membutuhkan waktu untuk proses berubah atau transisi dengan menyesuaikan segala aspek kehidupan.Merubah tatanan masyarakat bukanlah hal yang ringan,membutuhkan waktu yang lama dan harus memilki hati yang siap sedia serta mental yang kuat dalam menghadapi berbagai benturan yang akan terjadi di kemudian hari.Semakin militan gerakan perjuangan yang kita lakukan untuk perubahan,semakin keras benturan yang akan kita hadapi.Pro dan kontra akan selalu ada disetiap kita bertindak dan memutuskan suatu tindakan.Keteguhan diri menjadi suatu bekal dalam mengawal perubahan.

Merubah tidak selalu bisa instant langsung mengarah ke titik tujuan kita. Awali perubahan dari diri sendiri dan dari hal kecil.Kesadaran harus dibangunkan dan kepekaan harus selalu di asah.Pikirkanlah apa yang dapat saya berikan untuk sesama,bukan apa yang akan saya dapatkan dari sesama.Demi tanah air,demi kesejahteraan kita bersama,demi terciptanya keselarasan hidup dan demi kedamaian,mari kita sadarkan kawan-kawan kita yang masih tertidur oleh pesona topeng-topeng biadab.Mari kita bawa perubahan bagi masyarakat,bangsa dan negara!

PRO ECCLESIA ET PATRIA !!!

Selasa, 13 Agustus 2013

Kunci Demokrasi untuk Kepemimpinan Bangsa


Yok Menata Indonesia Rumah Kita Bersama !


Ketika sebuah negara dideklarasikan (apakah dengan perebutan, dengan rakyat diberikan penjajah atau pun dengan komunalisasi), demokrasi menjadi bayi kecil mungil yang tak berdaya. Kenapa ? karena demokrasi membutuhkan substansi pengalaman, kedewasaan bernegara, proses memahami inti kotrak sosial kerakyatan, demokrasi membutuhkan pengetahuan rakyat tentang aspek keterwakilan.

Demokrasi hanya bisa terbentuk jika rakyat memiliki pengetahuan yang baik tentang bernegara. Itu bisa terjadi jika pendidikan rakyat tumbuh secara signifikan dengan parameter berkurangnya buta huruf, rakyat mengetahui hak dan kewajibanya sebagai warga negara dan yang terpenting adalah rakyat melek akan informasi, apakah melalui media atau sarana lainnya.

Ketika Bayi demokrasi baru lahir, di sana akan ada pemimpin yang mendominasi, baik secara dikatatorial atau pun dengan kharisma. Dengan tumbuhnya pendidikan yang merata dan adil ditengah-tengah rakyat, proses demokrasi akan semakin rasional, sehingga dominasi pemimpin akan semakin berkurang karena keputusan berada pada keputusan suara terbanyak yang memiliki pilihan-pilihan keputusan yang cerdas dan rasional.

Oleh karenanya, jangan pernah meremehkan pembangunan bidang pendidikan yang adil dan merata di tengah-tengah rakyat, karena kunci suksesnya sebuah demokrasi adalah pendidikan rakyat yang merata dan adil.

Selain rakyat harus dikenyangkan dan disehatkan dengan kebutuhan fisiknya, rakyat juga harus dipenuhi keutuhan makanan dan nutrisi jiwa yaitu pendidikan, sumber informasi serta memahami proses politik.  Ini adalah hukum mutlak dalam berbangsa dan bernegara.

Maka dengan pendidikan yang baik dan kesejahteraan rakyat yang meningkat, akhirnya rakyat hanya akan menilai pemimpin dari parameter visi, misi dan rekam jejak oleh seorang calon pemimpin, buka dari bagi-bagi sembako, uang gocapan, serangan fajar dan bentuk materi yang lainnya. 

Ketika Negara tidak menjalankan kewajibannya untuk memberikan pendidikan yang merata dan adil ditengah-tengah rakyat, maka tugas bagi orang-orang yang terdidiklah yang harus melakukannya. 

Salam Rakyat yang Cerdas !

Senin, 12 Agustus 2013

Saya Disejajarkan dengan Nietzsche, Freud dan Marx

T = Bung Joko Tingtong, saya kebetulan membaca catatan kritis Bung tentang Tuhan dan agama. Menurut Bung, Tuhan cuma ada di kepala saja. Sekadar konsep ato kesadaran tertinggi. Begitu juga Agama. Inti argumentasi Bung: Semua agama hanya imajinasi pikiran atau proyeksi diri manusia & Tuhan tidak eksis. Saya hormati kebebasan berpikir & kesimpulan Bung tsb. Buat saya, argumen ini sungguh menarik sekaligus merangsang pikiran. Meski saya tahu ia bukan barang baru dalam dunia ide, melainkan sudah amat klasik bahkan antik. Ia sudah jadi problem filsafat sejak dulu, kendati polemik dan relevansinya tak pernah habis ditelan zaman. Saya sendiri ada yg setuju dan tidak dengan argumentasi Bung tsb. Mungkin ide-ide ini perlu dihadapkan pada test-test atau ujian agar layak diterima logika. Dalam kaitan ini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan, sekaligus menunjukkan posisi intelektual saya. Siapa saja boleh memeriksa logika yg dipakai, lalu menyimpulkan apakah ia cukup layak diterima atau sebaliknya. Namun, saya sadar ruangan ini terlalu sempit. Sukar berdiskusi secara dalam. Oleh karena itu, kita barangkali harus puas dengan garis besarnya saja.

Begini: Bung menyimpulkan Tuhan tak ada kecuali kesadaran belaka. Tapi, dari mana datangnya kesadaran itu? Mengapa ada kesadaran? Siapa yg menanamnya ke dalam manusia? Mengapa hanya manusia yg memilikinya dan binatang tidak?

J = Saya tidak pernah bilang Tuhan tidak ada; yg saya bilang bahwa Tuhan, baik disebut sebagai Allah ataupun berbagai istilah lainnya merupakan bagian dari kesadaran kita sendiri. Saya bilang: kesadaran itu selalu satu, dan ada jenis kesadaran tinggi yg bisa kita rasakan ketika gelombang otak kita turun ke level samadhi atau meditasi mendalam. Ketika kita samadhi, kita cuma merasakan bahwa kita sadar. Kita sadar bahwa kita sadar, aware of being aware. Tuhan atau Allah itu cuma istilah untuk merujuk kepada kesadaran kita sendiri pada saat itu. Karena kita sadar bahwa kita sadar, maka kita bilang bahwa Tuhan ada. Siapa yg menanamnya ke dalam manusia tentu saja tidak ada seorangpun yg akan bisa menjawabnya. Dari dahulu sampai sekarang tidak ada yg pernah bisa menjawab pertanyaan siapa yg menaruh kesadaran itu di dalam diri kita manusia.

Kita bisa juga ambil contoh pengalaman pribadi dari kesaksian mereka yg hidup dalam budaya semitik (Yahudi, Nasrani, Islam) di dalam kitab-kitab yg disucikan oleh ketiga agama itu. Kitab tertua adalah Genesis yg ditulis oleh Nabi Musa. Disitu Musa menceritakan kisah Abraham (atau Nabi Ibrahim menurut Islam). Abraham bertemu dengan Allah ketika dia hendak menyembelih anaknya Ishak (atau Ismail menurut Islam). Tetapi, bagaimanakah caranya Abraham bisa mendengar suara Allah kalau bukan dari kesadarannya sendiri? Jadi, kesadaran di diri Abraham bilang, jangan sembelih anak itu karena aku bukan Allah yg haus darah manusia,melainkan haus darah kambing. Ada kambing di situ yg bisa menggantikan anakmu sebagai korban sembelihan bagiku. Itulah pengalaman Abraham seperti tertulis di kitab Genesis.

Musa sendiri bertemu dengan Allah yg berbicara dari dalam semak belukar. Semak belukar kok bisa bicara? Tentu saja tidak. Yg berbicara adalah kesadaran di dalam diri Musa sendiri. Bisa kita katakan bahwa itu kesadaran tinggi yg ada di Musa. Allah yg muncul dari dalam semak belukar itu akhirnya memerintahkan Musa untuk membawa bangsa Israel untuk keluar dari Mesir dan masuk ke Kanaan (Palestina).

Kalau kita ambil contoh dari kisah para nabi Yahudi lainnya, semua mengakui panggilan dari Allah yg datangnya dari dalam kesadaran mereka sendiri itu.

"Samuel! Samuel!" Dan Samuel kecil kebingungan karena ada suara yg memanggil tanpa ada orangnya. Dan itulah awal panggilan Allah terhadap Nabi Samuel yg nanti akan menobatkan Saul, raja pertama orang Yahudi, dan Daud, raja Yahudi teragung sepanjang masa sampai saat ini, yg sangat beriman dan sangat manusiawi juga. Daud ini kemudian dikenal menulis kitab Zabur. Zabur itu Kitab Mazmur yg ada di dalam Alkitab. Isinya apa? Tidak lain dan tidak bukan merupakan kumpulan syair lagu semata. Daud seorang penyair. Nubuah dari Daud bentuknya bait-bait lagu.

Berikut petikan dari Mazmur 23, yg ditulis oleh Raja Daud, dan menurut saya merupakan inti dari iman semitik:

Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau...
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
sebab Engkau besertaku...

Simbolik sekali bukan? Daud berbicara tentang Allah yg adanya di dalam kesadaran dirinya sendiri, dan bukan dimana-mana. Bukan di atas langit.

T = Begitu pula agama. Kalau asalnya dari dalam dirimanusia, siapa yg menaruhnya? Sedangkan kalau dari luar, mengapa hanya manusia yg bereaksi terhadap agama sedangkan binatang tidak, pedahal keduanya memiliki lingkungan yg sama?

J = Agama-agama itu semuanya buatan manusia. Siapa yg menaruh agama di dalam kesadaran manusia? Tidak ada yg menaruhnya, tentu saja. Bukan barang, tidak bisa ditaruh. Agama diciptakan oleh kesadaran manusia sendiri. Berdasarkan kontemplasi dari Daud tentang Tuhan sebagai gembala manusia, contohnya, maka mereka yg memiliki kecenderungan naturalis bisa saja membuat agama yg menyembah alam, Tuhan sebagai alam. Itu bisa saja dilakukan, mengapa tidak?

T = Ada yg menyindir fase sejarah (Teologi, Metafisik, Positivis) Auguste Comte (1798-1857). Comte bilang: zaman kuno orang tak punya jawaban sehingga harus menciptakan Tuhan. Tapi kaum Materialisme bilang: manusia mahluk intelektual dan binatang mahluk bodoh. Bukankah ini berarti yg pandai jadi bodoh dan yg bodoh jadi lebih pandai?

J = Saya tidak pernah mempertentangkan berbagai aliran filsafat. Yg saya tahu bahwa setiap manusia memiliki kesadaran yg, kalau dikultivasi, akan memunculkan kesadaran tinggi. Kesadaran tinggi itu dirasakan oleh manusianya sendiri. Daud bergelut dengan Tuhan dari hari ke hari selama puluhan tahun hidupnya. Bisa juga dikatakan bahwa Daud bergelut dengan kesadaran tinggi yg ada di dirinya sendiri. Dari pergelutan manusia dengan kesadaran tinggi di dalam dirinya, maka lahirlah berbagai macam hasil perenungan, hasil kontemplasi. Bagi Daud, hasil kontemplasinya adalah bait-bait lagu itu yg diabadikan menjadi bagian dari kitab yg disucikan oleh kaum Yahudi dan Nasrani sampai saat ini. Tuhannya ada dimana? Tuhannya ada di dalam kesadaran Daud, dan di dalam kesadaran mereka yg membaca hasil kontemplasi Daud.

T = Bagaimana Bung tahu Tuhan tak ada? Manusia belum pernahmenjelajah sampai ke ujung jagad raya? Manusia mahluk terbatas dengan pengetahuan terbatas. Bukankah berlebihan bila manusia mengklaim mengetahui Tuhan tak ada?

J = Sekali lagi, saya tidak pernah bilang Tuhan tidak ada. Yg saya bilang, Tuhan adalah bagian dari kesadaran di diri manusia. Anggaplah sebagai kesadaran tinggi. Saya sadar bahwa saya sadar. Saya sadar bahwa saya ada. Karena saya ada, maka Tuhan ada. Kalau saya tidak ada, maka Tuhan tidak ada. Rene Descartes bilang: Cogito ergo sum. I think, therefore I am. Saya berpikir maka saya ada. Kalau saya tidak berpikir, maka saya tidak ada. Kalau saya tidak ada namanya kosong. Umat Buddhist mungkin akan merujuk hal kosong itu sebagai nibbana. Kosong, nothing. Mungkin kesadaran kita antara ada dan tiada. Kalau kita berpikir, maka kita ada. Kalau kita tidak berpikir, maka kita tidak ada. Malahan, di dalam tradisi India yg notebene non semitik, keadaan kosong atau tiada itu adalah puncak tertinggi dari eksistensi manusia. Kosong, nothing, nibbana. Kenapa? Mungkin karena mereka mengerti bahwa yg ada munculnya dari yg tidak ada. Ada muncul karena tiada. Tanpa tiada tidak bisa muncul ada. Tanpa ketiadaan, anda tidak bisa ada. Anda ada karena sesuatu yg bernama tiada.

T = Dalam sejarah filsafat, tak satu pun filsuf berani menyimpulkan dirinya tahu Tuhan tak ada. Itulah sebabnya lahir aliran Agnostisisme. Tapi, Bung Joko sekarang berani menyimpulkan sebaliknya, apakah Bung Joko sedang meninggikan diri melebihi manusia biasa lainnya?

J = Para filsuf itu tahu bahwa yg disebut Tuhan adalah konsep belaka. Konsep yg dibuat oleh manusia. Sebagai konsep, tentu saja Tuhan ada. Siapa bilang konsep Tuhan tidak ada? Saya tidak pernah berpikir saya meninggikan atau merendahkan diri saya. Yg saya tahu, saya berbicara dan menulis apa adanya saja. Dari apa yg saya pelajari dan alami sendiri tentang spiritualitas manusia dari berbagai latar belakang, saya mencapai kesimpulan bahwa kita ada karena kita ada, dan segala macam spekulasi tentang adanya Tuhan atau tidak adanya Tuhan itu tidak ada gunanya. Kita cuma tahu bahwa kita ada karena kita ada, kita sadar bahwa kita sadar. We are aware of being aware. Dan awareness atau kesadaran itu bisa menghasilkan berbagai macam kontemplasi, baik bersifat keagamaan maupun tidak. Dan semuanya itu termasuk dalam spiritualitas manusia dimana manusianya akan berusaha untuk menjadi dirinya sendiri, semakin lama semakin menjadi dirinya sendiri. Dengan jatuh bangun, dengan kemenangan dan kekalahan. Dan apakah kisah jatuh bangun yg sangat manusiawi itu kalau bukan yg telah dialami juga oleh mereka yg saat ini digelari sebagai nabi-nabi?

Sidharta Gautama yg digelari sebagai Buddha Sakyamuni mengalaminya.

Isa bin Maryam yg digelari sebagai Yesus Kristus atau Isa al Masih juga mengalaminya.

Konghucu mengalaminya.

Orang-orang Sufi mengalaminya.

Murid-murid Yesus yg penuh dengan Roh Kudus juga mengalaminya. Roh Kudus itu apa kalau bukan kesadaran yg terbuka di diri manusianya sendiri? Kalau mereka telah 10 hari dan 10 malam berpuasa dan berdoa dengan khusyuk, tentu saja Roh Kudus akan datang dan mereka akan bisa berbicara apa adanya saja, tanpa takut.  Dan itu tidak lain dan tidak bukan merupakan manifestasi dari kesadaran di diri mereka sendiri. Bukan kerasukan malaikat ataupun jin.

T = Saya melihat justru argumentasi Theisme lebih rasional.Menurut Theisme, meski Tuhan tak dapat dilihat, eksistensinya bisa disadari melalui observasi dan induksi. Sama seperti kita mencoba menyadari benda-benda yg tak terlihat. Tuhan itu eksis dengan mengamati efeknya. Hukum gravitasi, misalnya. Kita mustahil mengamatinya langsung. Kita hanya bisa mengamati efeknya. Dari efek inilah kita bisa membuat acuan rasional tentang keberadaan suatu sebab. Begitu juga dengan pikiran manusia. Kita tahu hanya dari efeknya. Sebuah buku, misalnya, adalah efek yg dihasilkan oleh penulis di belakangnya (preexisting intelligence). Kita bisa yakin bahwa buku itu ditulis oleh seseorang, tanpa kita harus melihatnya. Sebab menurut pengalaman kita, tak ada binatang, badai, hujan atau kekuatan alam lainnya sanggup memproduksi buku.

J = Argumentasi Theisme adalah argumentasi tentang eksistensi Tuhan. Ada orang yg percaya kepada Tuhan karena percaya kepada argumentasi Theisme. Apanya yg salah?

T = Selanjutnya, saya ingin beralih ke ide lain, yaitu Tuhan sebagai proyeksi diri manusia. Ide ini sebetulnya berasal dari Feuerbach. Dialah orang pertama yg mencoba memberi dasar ilmiah kepada Atheisme. Argumentasinya menjadi pola kritik agama paling berpengaruh hingga saat ini. Bahkan idenya diikuti oleh Nietzsche, Freud, Marx,dll. Sekarang oleh Bung Joko Tingtong.

J = Terima kasih telah menjejerkan saya dengan Nietzsche, Freud, dan Marx.

T = Namun, ada unsur yg tak bisa dijelaskan oleh Feuerbach dengan teori proyeksi-nya. Jika benar Tuhan hanya proyeksi manusia, mengapa Tuhan selalu dimaknai tak terhingga (maha)? Manusia tak hanya menyebut Tuhan itu baik, bijaksana atau berkuasa. Namun, lebih dari itu, Maha-baik, Maha-bijaksana dan Maha-kuasa. Padahal, pengalaman manusia, termasuk pengalaman diri kita sendiri, tak ada yg tak terhingga (maha). Jadi, tak mungkin unsur tak terhingga (maha) ini merupakan proyeksi hakekat manusia. Sebab, dalam hakekat manusia unsur ketakterhinggaan ini tak ada secara empiris!

J = Karena “maha” itu tak ada secara empiris, maka dijadikanlah sebagai atribut dari Tuhan. Bisa juga dikatakan bahwa atribut maha ini dan maha itu merupakan sesuatu yg potensial di diri kita manusia. Tuhan maha pengasih dan maha penyayang merupakan suatu atribut. Kenapa kita bilang Tuhan sebagai maha pengasih dan maha penyayang? Karena kita tahu bahwa bagi kita manusia sangat susah untuk menjadi pengasih dan penyayang tanpa diskriminasi. Lalu kita proyeksikanlah ide itu kepada sesuatu yg kita sebut sebagai Allah. Kalau sudah pakai istilah "maha", maka sudah merupakan proyeksi. Manusia ingin seperti itu, ingin menjadi "maha", maka diproyeksikanlah ide itu kepada Tuhan apapun yg dipilihnya. Bukankah itu yg dijelaskan oleh Feuerbach? Proyeksi artinya membayangkan sesuatu ada di sesuatu yg lain. Anda tinggal bayangkan saja bahwa Tuhan anda bersifat serba "maha", maka jadilah. Proyeksi bekerja seperti itu.

T = Kendati demikian, saya setuju separuh dengan Feuerbach bahwa manusia bisa menciptakan Tuhan. Namun, Tuhan ciptaan ini tak mungkin Tuhan sejati. Artinya, manusia memang potensial menciptakan Tuhan palsu. Entah dengan imajinasi, prasangka atau emosi. Tapi sungguh keliru kalau memakai titik tolak ini untuk memahami Tuhan yg sejati. Jadi, teori proyeksi memiliki kelemahan-kelemahan yg serius. Teori ini gagal menjelaskan hal yg paling hakiki dari pengalaman agama. Teori ini juga tak bisa membuktikan bahwa semua ciri yg dimiliki Tuhan adalah proyeksi diri manusia.

J = Saya cuma bisa bilang bahwa proyeksi itu benar. Semua atribut Tuhan adalah konsep. Manusia yg mengkonsepkannya, dan memproyeksikannya kepada Tuhannya. Kita memproyeksikan apa yg kita rasa tidak ada di diri kita kepada sesuatu yg kita sebut sebagai Tuhan dan juga Setan. Kalau kita anggap baik, maka kita sebut atribut Tuhan. Kalau kita anggap jelek, maka kita sebut atribut Setan. Pedahal Tuhan dan Setan itu merupakan istilah saja, dan atribut-atributnya merupakan proyeksi dari sifat-sifat yg ada di diri kita juga, walaupun mungkin sedikit dibesar-besarkan. Konsep Tuhan dan Setan adalah kreasi manusia.

T = Namun, sebagai kritik agama, teori proyeksi memberikan sumbangan penting. Ia menyadarkan kita bahwa manusia kerap menciptakan illah-illah palsu. Fenomena hidup sehari-hari banyak mengkonfirmasikan fakta ini. Orang menyembah sesuatu yg ia ciptakan sendiri. Tapi, sekali lagi, ini adalah perkara lain, ketika kita bicara Tuhan yg sejati. Disini, kita perlu hati-hati dan kritis untuk bisa membedakannya.

J = Tuhan yg sejati adalah yg tidak bisa dibicarakan. Lao Tze dari Cina sudah bilang hal itu 2,500 tahun yg lalu. Dia bilang: Tao yg bisa dibicarakan bukanlah Tao. Tuhan yg bisa dibicarakan bukanlah Tuhan.

T = Banyak teori tentang timbulnya agama telah ditulis sepanjang sejarah. Beragam penulis memberi kontribusinya. Ada pemikir seperti John Lubbock, Edward Taylor, Max Muller. Ada juga tokoh-tokoh kebudayaan modern, seperti Immanuel Kant, Thomas Henry Huxley, Charles Kingsley, Albert Ritschl, dll. Namun, hemat saya, tak ada satu pun interpretasi yg benar-benar akurat dan meyakinkan tentang kosmos, kecuali sekadar kita apresiasi sebagai spekulasi pikiran. Apalagi mereka yg menulis, tidak hidup di zaman agama yg dianalisanya itu.

J = Teori tentang kosmos atau alam semesta secara fisik merupakan bidang lain lagi. Itu fisika. Penelitiannya tidak pernah habis, tidak pernah tuntas diteorikan. Kalau membicarakan tentang Tuhan dan agama-agama, namanya bukan fisika melainkan metafisika dimana kita akan selalu harus memperhitungkan kesadaran yg ada di diri manusia yg menciptakan segala macam simbol-simbol yg hakekat atau essensinya berada di luar dari simbol-simbol itu sendiri. Makna dari simbol selalu berada di luar dari simbol itu sendiri. Makna dari Tuhan sebagai simbol selalu berada di luar Tuhan. Kalau di luar Tuhan, maka dimana lagi kalau bukan di diri kita sendiri? Arti dari Tuhan ditemukan di dalam diri kita, dan arti dari diri kita ditemukan di dalamTuhan. Tapi, tentu saja, yg kita sebut Tuhan dan kita di situ hanyalah kesadaran yg satu itu, yg adanya di tiap orang dari kita. Kita bermain dengan kesadaran kita sendiri saja. God playing with Himself or Herself.

T = Saya sendiri menghormat Feuerbach, karena teorinya bisa dipakai untuk membongkar kemunafikan para agamawan. Buat saya, Feuerbach berhasil membangun kritik sekaligus tantangan yg perlu diperhatikan para agamawan. Dari teori Feuerbach, kita tahu banyak kaum agamawan sebenarnya menipu diri dengan mengatakan ia mencari Tuhan, padahal yg dia cari hanya dirinya sendiri.

J = Tentu saja, dan saya sudah pernah bilang tidak usah mencari kesana kemari, karena adanya di dalam kesadaran kita sendiri saja. God is part of our consciousness. Tuhan bagian dari kesadaran kita. Kesadaran kita yg menciptakan konsep Tuhan.

T = Sama halnya dengan anggapan Hedonisme. Menurut Hedonisme, manusia selalu mencari nikmatnya sendiri saja. Kalaupun seseorang berkorban untuk orang lain atau mengejar cita-cita luhur, ia sebenarnya hanya mencari kenikmatan sendiri saja. Bagi saya, kritik agama tetap penting dan relevan. Tapi, bukan untuk menyangkali Tuhan, apalagi menganggapnya sekedar ilusi. Kritik agama berguna sekadar membantu kita menyadari fakta sekaligus membongkar kemunafikan dan kebusukan praktek agama, yang telah merusak kehidupan. Yang membuat orang makin membenci agama.

J = Kritik agama selalu berguna. Agama merupakan kreasi manusia belaka, dan kemampuan kita untuk mengkritik agama membuktikan bahwa agama memang ciptaan manusia. Kalau agama bukan ciptaan manusia, maka apapun yg kita lakukan tidak akan bisa mengubah agama. Tetapi ternyata kita bisa mengubah agama. Kita bisa membongkar agama lama dan menciptakan agama baru. Sejarah membuktikannya.

Semua agama itu memang ciptaan manusia. Para Tuhan di agama-agama itu merupakan proyeksi dari kesadaran manusia. Ludwig Feurbach benar.

...................................................................
Oleh : Leonardo Rimba
Sumber : https://www.facebook.com/notes/leonardo-rimba/saya-disejajarkan-dengan-nietzsche-freud-dan-marx/638611769491459

Minggu, 11 Agustus 2013

Menulis Tak Sekedar Buang Hajat

“Oh ini Pram, Pram kau ini bukan nulis, kau ini berak,” ucap Idrus sang sastrawan saat Pramoedya Ananta Toer memperkenalkan diri padanya. Pram waktu itu sebenarnya sudah menulis beberapa cerita, bahkan sudah dibukukan. Meski di masa itu ia masih kalah pengalaman dan kualitas dibandingkan si ikon cerpen Indonesia, karya Pram tentulah tidak jelek-jelek amat. Tapi, seperti pengakuan Pram sendiri, kritik pedas Idrus tadi memang jadi pemicu utama kegilaannya belajar menulis. Hasilnya kita bisa lihat dalam ketajaman karya-karya Pram, lama sesudah sindiran Idrus itu.
Sikap “menulis bukan sekedar buang hajat,” kalau kita mau haluskan seruan Idrus itu, memang serasa semakin utopis di jaman ini, khususnya di Indonesia.

Di dunia penulisan fiksi, karya populer kita semakin kehilangan keindahan karya sastra, lebih lagi kehilangan pendalaman atas realita. Efek blogging, jejaring sosial dan fenomena kajian gaul ala teenlit, memang turut memberi pengaruh pada dangkalnya kualitas penulisan karya-karya yang disukai. Kebanyakan penulis populer saat ini hanya menulis berdasar pengalaman dan curahan hati, ditambah bumbu dramatisirnya. Awalnya tren ini memang baik dalam menerobos karya penulisan sebelumnya, yang cenderung bereksperimen tak tentu dan memberi kesan jauh dari pembaca. Namun sekarang yang nampak justru kita semakin tak bisa membedakan antara karya-karya penulisan populer dengan diary seorang anak lebay, selain karena yang pertama menghasilkan uang banyak. Kedua karya tadi ditulis oleh kebanyakan orang yang sekedar buang hajat. Herannya memang banyak yang suka mengunyah “hajatannya” itu.

Pustaka penulisan ilmiah kita juga menjadi sekedar jamban. Para penulisnya digerayapi beban harus selesai segera dengan gaya seilmiah mungkin, seolah berarti ilmiah itu adalah anti keindahan. Menyelami sebagian besar pustaka ilmiah Indonesia kita akan menemui kata yang diulang-ulang, kalimat-kalimat mati dengan poin-poin sebagai penanda. Ya, ini buang hajat juga.

Bagaimana dengan kualitas media pemberitaan? Meski masih ada yang sangat lugas dan luwes, namun kita patut tetap prihatin. Makin maraknya gaya pemberitaan pemandiran (dumbing down) terutama di pemberitaan koran internet, serta semakin sedikitnya media yang memberi perhatian pada jurnalisme sastrawi agaknya menyiratkan bahwa jurnalis kita mungkin sudah kebanyakan makan “rujak pedas” komersialisasi dan mikroletisasi media sehingga merekapun harus sering buang hajat pula.

Selebihnya tengoklah forum diskusi, situs-situs informasi sampai kiprah orang-perorang (termasuk yang katanya orang besar) di akun jejaring sosialnya. Fenomena buang hajat akan semakin kelihatan. Status soal makanan masakan Mbak sebelah rumah, informasi soal sejarah palsu Candi Boko, catatan panjang dengan bahasa cengeng dan alay soal diputuskan pacar dan komentar-komentar sekedar menikmati kejatuhan orang, ah... tidakkah banyak dari kita sudah sedari awal mencium bau “hajatan” itu? Atau jangan-jangan perilaku dunia internet ini yang justru semakin mendorong orang semakin suka buang hajat lewat tulisan?

Semua itu menghibur memang. Sesekali tentu sangat enak jika dinikmati. Tapi jika terlalu sering kita akan semakin sulit menemukan apalagi menghasilkan tulisan yang benar-benar harta atau makanan yang berharga.

Entah terlau idealis atau tidak, saya pribadi kangen akan karya-karya sastra Indonesia yang mendalami ceruk-meruk realita dan keindahan berbahasa sekaligus juga menjadi populer dibaca khayalak ramai. Para sastrawan tadi melakukan riset dan menggali realita dengan keindahan. Hingga manusia yang membaca karya mereka sekarang atau kelak bisa melihat potret latarnya dengan jelas, layaknya orang bisa melatar cara hidup orang Inggirs Abad ke-19 dengan membaca Charles Dickens, atau orang Indonesia bisa mendapat gambaran hidup tentang sejarah pergerakan saat membaca tetralogi Pram. Hingga orang-orang bisa mendapat pelajaran hidup yang begitu kaya layaknya membaca Tolstoy dan Hemingway. Atau membuat kita jadi merenung karena membaca kejujuran yang menelanjangi diri layaknya dulu orang membaca Chekov dan Idrus. Lebih dari itu tertoreh keindahan yang takkan puas dengan sekali baca. Para pengarang populer luar negeri mungkin sudah sedikit berhasil, entah kalau pengarang populer kita.

Saya juga rindu uraian ilmiah modern seperti Black Swan-nya Talleb atau Creation-nya Hawking disintesis menjadi gaya tersendiri oleh ilmuan kita sebagai variasi dalam penulisan karya ilmiah. Rasanya dulu Soe Hok Gie pernah mempopulerkan gaya penulisan ilmiah seperti itu. Karya yang membuat mata dan hati kita tetap enak membaca sembari otak kita mencerna ide-ide ilmiah yang digelontorkan. Pengalaman beberapa lama dalam mengedit dan menerjemahkan karya ilmiah membuat saya masih harus berkecil hati mengingat betapa sedikitnya ilmuan kita yang berani beranjak ke arah ini.

Lebih lagi saya benar-benar kedana agar jurnalisme sastrawi tetap muncul dan turut merenda media kita. Dulu Majalah Tempo, Intisari dan Pantau pernah begitu indah menghiasi dinding hati dan pemikiran pembacanya dengan jurnalisme sastrawi. Indah, faktual, kreatif, sekaligus cerdas, sehingga kita tak perlu minder bahkan berharap bisa menyaingi reportase naratif ala The New Yorker. Sayang memang semua terbentur pada biaya.

Gerakan Netizen, yang menekankan perlunya tanggung jawab dan etika dalam ber-posting ria di internet mungkin sedikit menghalau pesimisme saya akan harapan agar orang-orang mau mengurangi buang hajatnya di dunia maya dan mengunggah hanya hal-hal yang mendukung kemaslahatan. Masih jauh dari nyata memang, tapi toh sudah terlalu terlambat untuk sekedar pesimis dan tak memulai apa-apa. Mudah-mudahan status, catatan, dan postingan lain dari generasi ini bisa semakin menggugah dan mengunggah kemajuan, bukan malah memundurkan otak atau menganuskan media penyampaian abjad dan kata-kata.

Bukankah banyak orang yang juga ingin mengurangi buang hajatnya saat menulis, atau setidaknya tak ingin melulu dijahati dengan di-“hajati”? Kita mungkin semakin perlu melatih diri menulis dan mengajarkannya. Bisa jadi ada kebodohan yang terus kita pelihara dalam kurikulum tentang penulisan di sekolah formal selama ini, hingga kita belum bisa membedakan menulis dengan buang hajat. Ya, terkadang kita memang perlu orang-orang seperti Idrus, guru yang menggoncangkan sesuatu sembari mencontohkan yang baik. Mudah-mudahan Pram-pram yang sekarang tengah buang hajat saat menulis, tersentak dan mau gila-gilaan belajar.

...................................................
Oleh Risdo Simangunsong
Sumber :  https://www.facebook.com/notes/lentera-pranahara/menulis-tak-sekedar-buang-hajat/196128250471489


Jumat, 09 Agustus 2013

Memanusiakan Manusia

Manusia tidak hanya sebatas menjadi homo,tetapi harus meningkatkan diri menjadi human.Manusia harus memiliki prinsip,nilai,dan rasa kemanusiaan yng melekat pada diri nya.Manusia memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa atau prikemanusiaan.Prikemanusiaan inilah yang mendorong prilaku baik sebagai manusia.

Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk senantisa menghargai dan menghormati harkat & derajat manusia lainnya.Memanusiakan manusia adalah tidak menindas sesama,tidak menghardik,tidak bersifat kasar,tidak menyakiti,dan prilaku-prilaku lainnya. Memanusiakan manusia berarti memanusiakan antarsesama,memanusiakan manusia menguntungkan bagi diri sendiri dan orang lain.Bagi diri sendiri menunjukan harga diri dan nilai luhur pribadinya sebagai manusia,bagi orang lain memberikan rasa percaya,hormat,kedamain,dan kesejahteraan hidup.Sebaliknya,sikap tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan merendah kan harga diri dan martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya makhluk mulia.sedangkan bagi orang lain sebagai korban tindakan yang tidak manusiawi dan menciptakan penderitaan,kesusahan,ketakutan,maupun rasa dendam.

Sejarah membuktikan bahwa perseteruan,pertentangan dan peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia karena manusia belum mampu memanusiakan manusia lain.Sikap dan perilaku manusia didasarkan atas prinsip kemanusiaan yang disebut the mankind is one.Prinsip kemanusiaan tidak membeda-bedakan kita dalam memperlakukan orang lain atas dasar warna kulit,suku,agama,ras,asal,dan status sosial ekonomi.Sebagai makhluk tuhan yang sama harkat dan martabat nya dihadapan Tuhan sudah selayaknya kita bersikap manusiawi terhadap orang lain,apapun latar belakangnya.

Kamis, 08 Agustus 2013

MENGKRITISI REZIM

Oleh : Barli Yanto

Sejak dipimpin oleh rezim  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid II,kondisi masyarakat masih tetap terpuruk.Negara yang dibicarakan banyak orang dan secara teoritis bersistem politik demokrasi pancasila tidak dapat membuat masyarakat sejahtera.SBY menjadi sebuah antek-antek liberalisme dimana liberalisasi perdagangan dan investasi asing masuk dan mengekspoitasi sumber-sumber daya di Indonesia,termasuk SDM dan SDA.Manusia dijadikan budak industri yang membuat untung sepihak bagi kaum kapital.Dampaknya adalah manusia pekerja menjadi kaum marjinal(terpinggirkan).Sumber daya alam yang konon katanya Indonesia kaya akan sumber daya alam melimpah ruah sekarang sebagian besar dikuasai oleh asing.
Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 sudah dinyatakan bahwa seluruh kekayaan alam indonesia yang menguasai hajat hidup orang banyak akan dikuasai oleh pemerintah dan digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.Namun itu semua hanya sebagai tulisan belaka.UU tetang Penanaman Modal Asing (PMA) terus di hayati dan terlegitimasi .Jika motif UU PMA hanya untuk kepentingan multilateral dan eksistensi Indonesia di mancanegara,saya rasa itu tidak perlu dilakukan.Jika motif UU PMA dikatakan untuk menumbuhkan perokonomian dalam negeri sebagai injeksi dana,itu sama sekali bukan jalan satu-satunya yang harus dilakukan.Masih banyak yang dapat dilakukan,seperti pembuatan pengolahan minyak mentah menjadi minyak jadi.kita bisa berdikari untuk penuhi BBM dalam negeri sendiri jika dibandingkan harus minta di olah oleh pihak lain,justru itu merugikan.Harusnya pemerintah bisa berpikir bahwa kesejahteraan tidak datang dengan instant.
“Yang kaya semakin kaya,Yang miskin semakin miskin.”Itu adalah wajah dari kegagalan pemerintah menjalankan tugasnya yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa.Selain itu pun Indonesia gagal dalam mendidik para pemimpin bangsa dan masyarakat pada umumnya.Pendidikan yang dijalankan hingga saat ini adalah pendidikan fiktif.Pendididikan bertujuan untuk mengimplementasikan semua ilmu demi tercapainya kehidupan yang baik dan damai.Pemimpin gagal dalam hal implementasi pada kehidupan termasuk moralitas pribadi dan kelompok (partai) .Hal ini berbanding terbalik jika kita lihat track record dari para pemimpin yang duduk di kursi megah pemerintahan pada umumnya.
Apakah mereka mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi rakyat yang terpinggirkan ?. Perwakilan rakyat di pemerintahan tidak lebih hanya sekedar boneka politik yang takluk pada sistem politik yang carut – marut.Penuh dengan manipulasi ,intervensi,intimidasi,dan tindakan amoral.
Politik menjadi sebuah sarana menjadi kaya dengan sekejap waktu.Sangat bertolak belakang dengan esensinya yaitu mengabdi pada negara dan masyarakat.Pergeseran makna yang semakin hari semakin ke arah yang negatif menjadi budaya di Indonesia per hari ini.Para legislatif dan wakil rakyat per hari ini tidak memihak rakyat.Beraneka ragam produk Rancangan Undang-Undang yang dibuat  didominasi dan ditunggangi oleh kepentingan politik.contoh Produk RUU tahun 2013 ini adalah RUU ORMAS yang didalamnya jika dipahami tujuannya untuk menekan tingkat pertumbuhan ormas sehingga kontrol masyarakat terhadap pemerintahan semakin loyo.Membuat sulit masyarakat dalam berdinamika pada komunitasnya.
Jika kita lihat kondisi saat ini,harga BBM naik menjelang lebaran.Pemerintah tidak memikirkan betapa beratnya masyarakat memikul beban itu semua.Bagaimana kehidupan nelayan yang melaut,dapat bertahan hidup atau tidak ?. Bagaimana nasib buruh yang harus memenuhi kebutuhan tapi harus mengeluarkan biaya  lebih ke transportasi.Apakah dana BLSM sudah menjadi solusi terbaik ?. Saya rasa itu solusi instant dan sama sekali nol besar jika dipikir dapat menggantikan biaya untuk pengeluaran BBM.Masyarakat dibuat seolah-olah menjadi pengemis pada pemerintah dengan BLSM.Masyarakat miskin rela berdesak-desakan demi uang RP 300 ribu yang digunakan untuk menyambung hidup mereka.Dan itu juga tidak  semua tepat sasaran.Bahkan uang itu pun didapat dari pinjaman World Bank.Merasa Dermawankah pemerintah membuat kebijakan yang seperti itu? Sungguh ironis negaraku tercinta.
Jika dikaitkan dengan Parpol,maka SBY sedang mencari simpati dari rakyat agar citra Parpolnya  yang diagungkan dan dipercaya untuk lolos dalam Pemilu 2014 nanti.Politik pencitraan pada orang–orang kelas ekonomi ke bawah bukanlah sebuah tindakan terpuji.Mereka memang tidak tahu dan mengerti apa-apa.Yang mereka tahu adalah pemerintah memberi uang untuk hidup dan itu dinilai baik.
Di sisi lain di bidang agraria,petani perambah dan petani lahan meraskan ketidak adilan ketika lahannya dirampas oleh pihak swasta untuk dijadikan tempat bidang usaha baru yang lebih menguntungkan untuk pribadinya.semua itu bekerja sama dengan pemerintah yang menjadi garda depan bagi pihak swasta.Tidak dapat terelakkan lagi bahwa pengusaha dan pejabat pemerintahan saling kooperatif dalam konteks negatif untuk mencapai tujuan mereka yaitu uang.Rela menindas orang kecil demi kekayaan yang melimpah ruah.Lebih berbahaya lagi jika pengusaha  ada di tatanan pemerintahan,hiduplah pengusaha itu menjadi Kapitalisme Birokrat (KABIR). Untuk itu tegakkan reforma agraria dan berikan hak-hak para petani.
Pembangunan yang merata diberbagai daerah,upah yang memenuhi kebutuhan hidup yang layak(KHL) untuk rakyat masih menjadi impian.Semua itu sulit terjadi karena di dalam tubuh pemerintahan saja terjadi korupsi besar-besaran dan itu melibatkan anggota partai dan golongan,terutama partai koalisi.Kebocoran dana APBNP 2013 terjadi dan itu sudah terselenggara berencana masal dengan lobi-lobi.Masih dapat dipercayakah Pemerintah Indonesia per hari ini?Bagaimana mungkin pembangunan terjadi bila anggarannya di korupsi besar-besaran untuk kepentingan individu dan golongan.Wajar saja masyarakat menjadi malas untuk taat membayar pajak,karena memang pendistribusian untuk pembangunan saja nihil.Tidak hanya di Pemerintah Pusat yang menjadi sentral tapi juga pemerintah daerah yang merupakan kekuasaan otonomi.
Maka dapat dikatakan bahwa Indonesia dijajah oleh sesama bangsa sendiri,dijajah oleh perekonomian global,dijajah oleh imperalisme,dijajah oleh kapitalisme birokrat,dijajah oleh liberalisasi perdagangan.Penjajahan itu mungkin tidak disadari,tapi secara tidak langsung sumber daya yang telah dikuasai asing telah mencekik kesejahteraan yang selama ini kita impikan. Banyak BUMN milik negara yang tidak boleh dikuasai asing karena menguasai hajat hidup orang banyak tapi dijual ke swasta asing demi yang katanya menyelamatkan perekonomian,demi stabilitas perekonomian.Dan akhirnya masyarakatlah juga yang menderita dan semakin sengsara terkena dampak eksplosive yang ditimbulkan.

Mahasiswa adalah harapan bangsa,untuk itu bangkitlah pemuda mahasiswa,mari satukan kekuatan. Demikian yang dapat saya paparkan, terima kasih atas semua yang telah mendedikasihkan dirinya pada kami anggota biasa..PRO ECCLESIA ET PATRIA !!!

Latihan Kepemimpinan Kader SUMBAGSEL

Pembukaan LKK PMKRI Sumbagsel
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) wilayah Sumbagsel menggelar Latihan Kepemimpinan Kader, pada tanggal 30 Juli - 4 Agustus 2013 dengan tema "Kepemimpinan Populis yang Sejati" yang dilaksanakan di Rumah Retret Matow Way Hurik, Bandar Lampung. Kegiatan ini diawali dengan Misa Suci oleh Romo Yohanes Thedens. Pr, kemudin acara ini dibuka secara resmi oleh Lintong Simbolon, Ketua Presidium PMKRI Cabang Bandar Lampung. Peserta Latihan Kepemimpinan Kader ini diikuti sebanyak 27 orang yang berasal dari PMKRI Cabang Bandar Lampung sebanyak 10 orang, Palembang 5 orang, Bengkulu 3 orang, Jambi 4 orang, Padang 3 orang, Yogjakarta 1 orang dan Malang 1 orang. 
Adapun isi materi Latihan Kepemimpinan Kader adalah Kepemimpinan yang Berprinsip dan Berkarakter, Managemen Perubahan, Perencanaan Stategis, Teknik Advokasi, Gerakan Perubahan Sosial, Radikalitas Yesus, Teologi Pembebasan dan dilanjutkan Live in di Desa Margo Agung.